Monday 15 June 2015

Penemu Power Bank (Eesha Khare)

Eesha Khare

Zaman teknologi seperti sekarang yang serba cepat dan serba mobile tentu membuat smartphone menjadi perangkat wajib bagi anda. Apalagi sekarang smartphone telah berubah menjadi perangkat serba bisa, mulai dari kamera sampai alat untuk transaksi.



Salah satu kelemahan smartphone dari dulu adalah baterai yang cepat habis, apalagi bila smartphone tersebut memang haus daya dan disuplai oleh kapasitas baterai yang kecil seperti Samsung Galaxy S III yang hanya disuplai oleh baterai dengan daya 2.100 mAh.

Solusinya tentu bisa dengan membeli baterai dengan kapasitas lebih besar, seperti yang biasa disediakan oleh beberapa toko online. Tapi ada kekurangan dari solusi ini, yaitu dengan membengkak nya ukuran ponsel anda, dimana biasanya dengan membeli baterai dengan kapasitas super, anda harus mengganti back cover ponsel anda dengan back cover lebih besar yang sudah disediakan vendor baterai tersebut.

Solusi lain adalah menggunakan PowerBank, alat pengisi daya yang tengah menanjak popularitasnya ini, memang sekarang banyak diburu orang. Alat ini bekerja seperti pengisi daya biasa, tapi bedanya ada di portabilitasnya yang bisa anda bawa kemana saja.
seorang remaja asal California mengembangkan perangkat penyimpanan energi untuk pengisian baterai yang dapat mengisi baterai ponsel hanya dalam waktu 20 sampai 30 detik. Ialah Eesha Khare (18 tahun) yang berhasil menyabet gelar Intel Foundation Young Scientist Award dalam ajang Intel International Science and Engineering Fair atas penemuannya tersebut.

Dikutip TheBlaze, Selasa (21/5/2013), Khare menyebut KPIX 5 dapat menjadi sumber energi untuk mengisi baterai perangkat apapun. Disamping itu, ia mengatakan bahwa alat kecil ini dapat melakukan pengisian selama 10 ribu kali. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan pengisi baterai portable lainnya yang hanya mampu mengisi baterai seribu kali saja.

Tak hanya itu, perangkat mungil Khare ini dikatakan suatu hari nanti bisa diformat untuk bekerja pada baterai mobil juga. Penasaran dengan remaja yang berhasil menciptakan perangkat sumber penyimpanan energi ini.
Ya, alat ini berukuran kecil dan mempunyai konektor bermacam macam seperti micro USB. Hanya dengan menyambungkan PowerBank dengan ponsel anda dengan konektor tersebut, otomatis baterai ponsel akan terisi secara perlahan. Nah, PowerBank sendiri terdiri dari berbagai daya. Mungkin anda bingung apa maksud dari angka 2000, 5000, 12000 yang tertera di PowerBank.Akan kami jelaskan di point berikut.
Maksud dari angka 2.000, 5.000, ataupun 12.000 yang tertera di sebuah PowerBank adalah indikator dari kapasitas total sel baterai yang ditanamkan didalam PowerBank tersebut. Logikanya, semakin besar angka yang tertera, maka makin besar kapasitas yang tersedia dan semakin besar tenaga yang disimpan dan siap disalurkan PowerBank tersebut ke perangkat anda.

Apa dengan begitu PowerBank dengan kapasitas 12.000 dapat mengisi ulang ponsel dengan kapasitas 2.000 mAh sebanyak 6 kali?

Tidak, mungkin secara matematis kita bisa menghitung seperti itu dimana 12.000 bila dibagi dengan 2.000 akan menghasilkan angka 6 yang berarti bisa di isi ulang sampai 6 kali. Namun, dalam prakteknya tidak seperti demikian karena adanya konversi tenaga dan tenaga yang hilang saat proses isi ulang dilakukan.

Biasanya PowerBank memiliki tegangan 3.7 volt dan untuk mengisi ulang baterai membutuhkan tenaga 5 volt. Begini perhitungan konversi nya :

(kapasitas PowerBank x tegangan PowerBank) : tegangan yang dibutuhkan

maka dalam kasus ini kita akan mendapatkan angka 8.880 dimana

(12.000 x 3.7) : 5 = 8.880

Nah, kita anggap tenaga yang hilang dari pengisian ulang daya adalah 10 %. Maka 8.880 dikurang 10% akan menghasilkan angka 7.992.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa sebuah PowerBank dengan kapasitas 12.000 mAh, hanya memiliki kapasitas asli 7.992 mAh. Tiap kali pengisian daya membutuhkan 2.000 mAh, maka dengan PowerBank kapasitas ini kita dapat mengisi kurang lebih 4 kali saja dengan asumsi pengisian daya kali ke 4 tidak akan penuh.
Biasanya kita menemukan PowerBank dengan 2 buah colokan yang satunya akan tertulis 1A dan satu lagi 2A. Apa bedanya?

Colokan yang kita gunakan untuk mengisi baterai ponsel kita disebut dengan colokan output dan bila pada colokan output ini ditemukan angka 1A, ini berarti konektor output ini mampu mengantarkan arus sebesar 1 ampere. Begitu juga apabila kita menemukan konektor output dengan angka 2A, maka itu berarti konektor mampu mengantarkan arus sebesar 2 ampere.

Nah, apa maksud dari 1 ampere dan 2 ampere?
Ini berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi daya ponsel. Kita umpamakan sebuah ponsel seperti Galaxy S III dengan daya 2.100 mAh. Apabila kita mengisi daya ponsel tersebut dengan menggunakan colokan yang memiliki output 1A, maka lama pengisian daya akan memakan waktu 2 jam an. Contoh lain, misalkan kita menggunakan Motorola Maxx yang memiliki kapasitas 3.100 mAh. Maka kita akan membutuhkan waktu 3 jam untuk mengisi kapasitas ponsel ini dari kosong hingga penuh.

Lalu apakah dengan konektor 2A akan lebih cepat?
Belum tentu, karena tidak semua gadget mengijinkan pengisian diatas 1A. Ada beberapa ponsel yang membatasi pengisian daya hanya 1A. Jadi walaupun kita menggunakan konektor 2A, hasilnya pun tetap akan sama seperti konektor 1A. Tapi apabila gadget mendukung pengisian daya diatas 1A, hasilnya pengisian daya akan menjadi lebih cepat. Seperti Galaxy S III, pengisian daya dari kosong hingga penuh akan memakan waktu kira kira 1 jam saja.

Perbedaan Harga Yang Mecolok Pada PowerBank

Nah, ini dia yang menjadi fokus utama kami. Terkadang kami menemukan perbedaan harga yang sangat mencolok. Seperti PowerBank A dan B yang kami temukan di FJB Kaskus, dimana PowerBank A dengan kapasitas 6.000 mAh dibandrol seharga 400 ribu rupiah sedangkan PowerBank B dengan kapasitas yang sama dibandrol dengan harga 200 ribu rupiah. Nah, mengapa terjadi gap harga yang jauh? Ada beberapa alasan logis yang akan kami jelas kan.

Yang pertama adalah keuntungan yang diambil oleh vendor. Semakin kecil keuntungan yang ingin diraup oleh vendor, tentunya akan membuat harga PowerBank menjadi lebih murah. Kita ambil contoh, vendor dari PowerBank A dan B memiliki modal harga yang sama yaitu 100 ribu rupiah. Vendor PowerBank A menginginkan untung 300 ribu sedangkan vendor PowerBank B menginginkan untung 200 ribu. Maka akan terjadi perbedaan harga.

Yang kedua adalah volume produksi dan vendor PowerBank tersebut. Semakin banyaknya total produksi dari PowerBank tentu akan menyebabkan lebih murahnya harga. Begitu juga dengan makin baiknya nama suatu vendor maka akan menyebabkan makin tingginya harga sebuah produk, dalam kasus ini adalah PowerBank. Tentunya akan ada pertambahan nilai harga barang.

Yang terakhir adalah kejujuran dari vendor. Sering kita temui kebohongan dibalik sebuah PowerBank. Seperti dari kasus yang sudah pernah kami temukan dimana sebuah PowerBank memiliki kapasitas yang sangat jauh dibandingkan dengan angka yang tertera. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ternyata setelah dibongkar, ini lah isi dari PowerBank tersebut.


Ternyata PowerBank tersebut hanya berisikan 2 buah baterai dengan total masing masing 2000 mAh 3.7 volt. Maka bila ditotalkan, PowerBank ini hanya memiliki kapasitas 14.800 mWh.

Apabila efisiensi konversinya adalah 90% dan konektor USB butuh power 5v, maka :

14.800 mAhV x 0.9 / 5 = 2.664 mAh.

Jadinya PowerBank ini hanya dapat mengisi sebanyak 2.644 mAh. Sungguh luar biasa bukan kebohongan ini?

Ternyata kebohongan ini bukan hanya terjadi pada satu atau dua PowerBank saja, setelah kami telusuri secara online, terdapat banyak kebohongan yang terjadi seperti pada gambar dibawah ini.

Pada gambar diatas adalah sebuah PowerBank yang diklaim memiliki kapasitas 24.000 mAh, tapi ternyata setelah dibongkar isinya adalah pasir. Tentunya PowerBank ini masih dapat mengisi daya karena adanya powercell didalamnya, tapi tentu tidak sampai 24.000 mAh mengingat powercell didalamnya sudah sangat tua.

Sunday 14 June 2015

Russian Social Culture

RUSSIA

Culture, Indigenous, and traditions of the Russian State

Russia is a country with a long history and rich in culture, especially in the areas of literature, ballet, painting, and classical music. Many see Russia as a country that is boring. In fact, Russia actually has a very colorful past, ranging from the traditional custom clothing colorful, artistic to religious symbols.

The history of this country originated from the Slavic East. European public recognize as a habitat area East Slavic hordes Rus of age 3 to age 8. This lot was founded and is led by the elite Varangian and his followers. At 988, this band became adherents of Orthodox Christianity introduced by the Byzantine empire. Mixing Byzantine and Slavic culture evolved into Russian culture as it is known in the next millennium.

Rus hordes region further divided into several smaller states because some plateau captured by the Mongolian invasion. The great ruler of Moscow managed to reunite the gang Rus and the surrounding region, to gain independence from the rulers of Mongolia, and became the successor to the previous generation Rus gang's reputation.

In the 18th century, Russian expansion that led to the founding of the Russian empire. In its heyday, the Russian Empire became the third largest empire in history and stretching from Poland to Alaska.
Ethnicity, language, and religion in Russia

Russia is the largest country in the world when seen by broad territory with an area of
​​17.098 million kilometers. According to the census in 2010, Russia's population has reached 142.9 million, decreased in 1991 with a population of 148.69 million when it became the Soviet Union.

Russia's population is composed of about 82 percent of ethnic Russians. In addition there are also minorities of which 4 per cent are ethnic Tatars, ethnic Ukraine 3 percent, and 1 percent ethnic Chuvash, Bashkir, Belarus, and Moldova.

Russia is a country that is almost free of illiteracy, with a literacy rate of nearly 100 percent. In addition, many Russians who speaks English and make it as a second language. Russia also has more than 100 other minority languages. Tatar language is a minority language most widely spoken. Although minorities are few of the total Russian population, their language is the dominant language in a particular area.

Orthodox Christianity is the largest religion in Russia where there are about 75 percent of Russia's population adheres to this religion. Islam is the second largest religion in which 5 percent of Russia's population adheres to Islam. As much as 1 percent of the population adheres to Catholicism, Protestantism, Judaism, and Buddhism. The rest acknowledge themselves as atheists, or some 8 percent.
Art, Literature, and Architecture

Ballet is the most famous dances from Russia. This dance originated in 1776 by the Bolshoi Ballet, classical ballet group housed at the Bolshoi theater in Moscow. Ballet then developed and spread throughout the world. Mariinsky Ballet in St Petersburg is another well-known ballet company in Russia.

In addition to ballet, Russia also has a lot of contribution in classical music. Peter Ilyich Tchaikovsky is one of the famous classical music composer from Russia with his "Swan Lake" and "1812 Overture". Work and personal belongings are now immortalized in several museums in Russia.

Russian literary works is also a favorite of many lovers of literature. Anna Karenina by Leon Tolstoy, who also re-filmed in 2013, is one of the literary works that are popular around the world that describe the situation and atmosphere in Russia. Several other works such as "War and Peace" of Leon Tolstoy, "The Brothers Karamazov" of Fyodor Dostoevsky, the other works are still enjoyed throughout the world.

Artwork is widely regarded as a symbol of Russia is the Matrioshka dolls. This wooden doll can be opened and contains other smaller dolls with images and the proportion of the same dimensions. Matrioshka dolls intangible Russian women use traditional costumes.

In the field of architecture, famous Russian cathedral Saint Basil with onion-shaped domes colorful. The cathedral was built during the reign of Ivan the Terrible in the 16th century colorful onion is thought to be a symbol representing a candle flame, or the dome of heaven, and often appeared to represent the concept of the Holy Trinity.
 
Culinary tour of Russia

One of the traditional foods is a famous Russian borshch, soup containing vegetables and meat. The food is usually served with sour cream, the core of a variety of culinary typical Russian style. There was also Pirozhkis, snacks which can be supplemented with potatoes, meat, cabbage or cheese.

Russia also has IKRA, a type of traditional caviar made from fish eggs originating from the Black Sea or Caspian. Usually the food is presented dark, with crusty bread or blini (foods such as pancakes or crepes).

In general, the Russian food uses fish, poultry, mushrooms, berries, and honey as the main ingredient. Russian society consumes a lot of black bread as a staple food choices. Russian society also has many kinds of soup, which borshch is one of the most popular.

In beverages, famous Russian Vodka. This drink is a traditional Russian drink made from the distillation of fermented potato. Besides vodka, Russian society is also often consume beer and tea.
Doing Business in Russia

Russian society deeply appreciate the structure and rules, as well as when doing business. They hope that the meeting took place on time, but sometimes they test the patience of foreign business partners by letting waited for several hours. In addition, Russian businessmen also like debate, reflection and review negotiations, and pressing when negotiating usually considered impolite.

Business meeting and doing business in Russia itself still has some characteristics which actually took place in the days of the Soviet Union, especially in autocratic management style. Decisions are made by leaders, not committees. Communication when doing business tend to be more formal than when doing business with companies from western countries, especially the United States.

Saturday 13 June 2015

Share a Printer on a Home Network in Windows 7

Just because you have more than one computer doesn't mean you have to have a printer for each computer [Spector, Strohmeyer]. We will now show you how to share a printer between several computers on a network in Windows 7.
Before sharing your printer, you have to set up File and printer sharing. Here's how to set up File and printer sharing:

  1. Click on Start in the bottom left corner of your screen. A popup list will appear.
  2. Select Control Panel from the popup list. Type the word network in the search box.
  3. Click on Network and Sharing Center.
  4. Click on Change advanced shared settings, in the left pane.
  5. Click on the down arrow, which will expand the network profile.
  6. Select File and printer sharing and choose Turn on file and printer sharing.
  7. Click on Save changes.
You're now ready to share your printer.
  1. Click on Start in the bottom left corner of your screen. A popup list will appear.
  2. Click on Devices and Printers, from the popup list.
  3. Right click the printer you want to share. A dropdown list will appear.
  4. Select Printer properties from the dropdown list.
  5. Click on the Sharing tab
  6. Select the Share this printer check box.
In order for other people to connect to the printer, they just have to add the network printer that you just opened for sharing to their computers. Here's how to do this.
  1. Click on Start in the bottom left corner of your screen. A popup list will appear.
  2. Click on Devices and Printers from the popup list.
  3. Select Add a printer.
  4. Click on Add a network, wireless or Bluetooth printer.
  5. Click the shared printer.
  6. Click Next. Continue according to the instructions on the screen [source: Microsoft].
Video tutorials printer sharing in Windows 7
 

Masjid Istiqlal


SEJARAH MASJID ISTIQLAL
Pada tahun 1953 beberapa ulama mencetuskan ide untuk mendirikan masjid megah yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota dan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Mereka adalah KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama, yang melontarkan ide pembangunan masjid itu bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman. Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikan yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut. Gedung Deca Park di Lapangan Merdeka (kini Jalan Medan Merdeka Utara di Taman Museum Nasional), menjadi saksi bisu atas dibentuknya Yayasan Masjid Istiqlal. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti Merdeka sebagai simbol dari rasa syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SAW. Presiden pertama RI Soekarno menyambut baik ide tersebut dan mendukung berdirinya yayasan masjid Istiqlal dan kemudian membentuk Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal (PPMI).
Penentuan Lokasi Masjid Istiqlal
Penentuan lokasi masjid sempat menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Bung Karno mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran. Sementara Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya yaitu di Jalan Thamrin yang pada saat itu disekitarnya banyak dikelilingi kampung, selain itu ia juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit. Namun akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di lahan bekas benteng Belanda, karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Sayembara Desain Masjid Istiqlal
Setahun sebelumnya, Ir. Soekarno menyanggupi untuk membantu pembangunan masjid, bahkan memimpin sendiri penjurian sayembara desain maket masjid. Setelah melalui beberapa kali sidang, di Istana Negara dan Istana Bogor, dewan juri yang terdiri dari Prof.Ir. Rooseno, Ir.H. Djuanda, Prof.Ir. Suwardi, Hamka, H. Abubakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.

Pada tahun 1955 Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal mengadakan sayembara rancangan gambar atau arsitektur masjid Istiqlal yang jurinya diketuai oleh Presiden Soekarno dengan hadiah berupa uang sebesar Rp. 75.000; serta emas murni seberat 75 gram. Sebanyak 27 peserta mengikuti sayembara, namun dari seluruh peserta hanya 5 peserta yang memenuhi syarat:
  1. F. Silaban dengan rancangannya “Ketuhanan”
  2. R. Oetoyo dengan rancangannya “Istighfar”
  3. Hans Groenewegen dengan rancangannya “Salam”
  4. Mahasiswa ITB (5 orang) rancangannya “Ilham 5”
  5. Mahasiswa ITB (3 orang) rancangannya “Chatulistiwa”
Setelah proses penjurian yang panjang dengan mempelajari rancangan arsitektur beserta makna yang terkandung didalamnya berdasarkan gagasan para peserta maka akhirnya pada 5 Juli 1955 atas perintah Presiden Soekarno memutuskan desain rancangan dengan judul “Ketuhanan” karya Frederich Silaban dipilih sebagai pemenang sebagai model dari Masjid Istiqlal.
Sang Arsitek Masjid Beragama Kristen
Frederich Silaban adalah seorang arsitek beragama Kristen kelahiran Bonandolok Sumatera, 16 Desember 1912, anak dari pasangan suami istri Jonas Silaban Nariaboru. Ia adalah salah satu lulusan terbaik dari Academie van Bouwkunst Amsterdam tahun 1950. selain membuat desain masjid Istiqlal ia juga merancang kompleks Gelanggang Olahraga Senayan.
Untuk menyempurnakan rancangan masjid Istiqlal F. Silaban mempelajari tata cara dan aturan orang muslim melaksanakan shalat dan berdoa selama kurang lebih 3 bulan dan selain itu ia juga mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di dunia.
Awal Pembangunan Masjid Istiqlal
Pada sekitar tahun 1950 hingga akhir tahun 1960-an Taman Wilhelmina di depan Lapangan Banteng dikenal sepi, gelap, kotor dan tak terurus. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik di taman dipenuhi lumut dan rumput ilalang dimana-mana. Kemudian tahun 1960, di tempat yang sama, ribuan orang yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat biasa, pegawai negeri, swasta, alim ulama dan ABRI bekerja bakti membersihkan taman tak terurus di bekas benteng penjajah itu.
Setahun kemudian, tepatnya 24 Agustus 1961, masih dalam bulan yang sama perayaan kemerdekaan RI, menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi umat muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia umumnya. Untuk pertama kalinya, di bekas taman itu, kota Jakarta memiliki sebuah masjid besar. Sebuah masjid yang dimaksudkan sebagai simbol kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Padanan katanya dalam bahasa Arab berarti merdeka dan disepakati diberi nama Istiqlal sehingga jadilah, Masjid Istiqlal namanya.
Tanggal yang bertepatan dengan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW itu, dipilih sebagai momen pemancangan tiang pertama oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno yang ketika itu langsung bertindak sebagai Kepala Bidang Teknik.
Proses Panjang Pembangunan Masjid Istiqlal
Seiring dengan iklim politik dalam negeri yang cukup memanas, proyek ambisius itu tersendat-sendat pembangunannya, karena berbarengan dengan pembangunan monumen lain seperti Gelora Senayan, Monumen Nasional, dan berbagai proyek mercu suar lainnya. Hingga pertengahan tahun ’60-an proyek Masjid Istiqlal terganggu penyelesaiannya. Puncaknya ketika meletus peristiwa G 30 S/PKI tahun ’65-’66, pembangunan Masjid Istiqlal bahkan terhenti sama sekali.
Barulah ketika Himpunan Seniman Budayawan Islam memperingati miladnya yang ke-20, sejumlah tokoh, ulama dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan pembangunan Masjid Istiqlal. Dipelopori oleh Menteri Agama KH. M. Dahlan upaya penggalangan dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Presiden Soekarno, yang pamornya di mata masyarakat mulai luntur, kedudukannya dalam kepengurusan diganti oleh KH. Idham Chalied yang bertindak sebagai koordinator panitia nasional Masjid Istiqlal yang baru. Lewat kepengurusan yang baru, masjid dengan arsitektur bergaya modern itu selesai juga pembangunannya.
Semula pembangunan masjid direncanakn akan memakan waktu selama 45 tahun namun dalam pelaksanaannya ternyata jauh lebih cepat. Bangunan utama dapat selesai dalam waktu 6 tahun tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1967 sudah dapat digunakan yang ditandai dengan berkumandangnya adzan Maghrib yang pertama.
Secara keseluruhan pembangunan masjid Istiqlal diselesaikan dalam kurun waktu 17 tahun. Peresmiannya dilakukan oleh presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978. Kurun waktu pembangunannya telah melewati dua periode masa kepemimpinan yaitu Orde Lama dan Orde Baru. Pendanaan pembangunan masjid ini pada masa Orde Lama direalisasikan melalui proyek Mandataris sementara pada masa Orde Baru menjadi bagian dari Proyek RePelita (Rencana Pembagunan Lima Tahun). Kini masjid Istiqlal berdiri megah di Ibukota Jakarta dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia.
BANGUNAN MASJID ISTIQLAL DAN SPESIFIKASINYA


Masjid Istiqlal dari kejauhan (arie saksono)
Masjid Istiqlal menerapkan prinsip minimalis. Secara umum masjid Istiqlal terdiri dari gedung induk, gedung pendahulu dan emper sampingnya, teras raksasa, dan emper keliling serta menara. Ruang-ruang terbuka atau plaza di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang lebar di antaranya, dimaksudkan oleh perancangnya untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami serta mendatangkan kesejukan hati bagi para jamaah yang beribadah.
Spesifikasi Masjid Istiqal:
Luas tanah 12 ha
Luas bangunan  7 ha
Luas lantai 72.000 m2
Luas atap 21.000 m2
Dalam pembangunan masjid ini dibutuhkan:
Semen 78.000 zak dari Gresik
Baja 337 ton
Marmer 93.000 m2
Keramik 11.400 m2
Aspal 21.500 m2
BAGIAN-BAGIAN BANGUNAN MASJID ISTIQLAL
A. Gedung Induk
TINGGI : 60 meter, 5 tingkat symbol shalat 5 waktu
PANJANG : 100 meter
LEBAR : 100 meter
Tiang pancang : 2.361 buah
Bangunan utama ini adalah gedung utama dimana tempat ini dapat menampung 100.000. jemaah pada waktu shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

KUBAH BESAR dengan diameter 45 meter terbuat dari kerangka baja stainless steel dari Jerman Barat dengan berat 86 ton sementara bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri.
Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang dibuat oleh K.H Fa’iz. >Updated informasi: Bagian dalam di bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Alfateha, Surat Thaha ayat 14, Ayat Kursi, dan Surat Al Ikhlas.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton
Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 12 meter, angka ini merupakan simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiul Awal.
Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 m2.
Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan dari pemerintah Kerajaan Arab.
B. Gedung Pendahulu dan Emper Samping
Tinggi : 52 meter
Panjang : 33 meterLebar : 27 meter
Bagian memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit 2 sayap teras. Luas lantainya 36.980 m2 dengan dilapisi 17.300 m2. jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil. Fungsi utama dari gedung ini setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat perluasan shalat bila gedung utama penuh.
C. Teras Raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 m2 terletak di sebelah kiri belakang gedung induk. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Arah poros teras ini mengarah ke Monument Nasional menandakan masjid ini adalah masjid nasional. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah dahulu biasa digunakan untuk manasik (latihan) haji.
D. Emper Keliling
Emper ini mengelilingi teras raksasa dan emper tengah yang sekelilingya terdapat 1800 pilar guna menopang bangunan emper.
Panjang : 165 meter
Lebar : 125 meter
>BEDUG RAKSASA
Di sudut sebelah tenggara terdapat bedug raksasa yang berfungsi sebagai alat pertanda waktu shalat. Bedug merupakan salah satu ciri ke-Islaman Indonesia dimana hanya terdapat di masjid-masjid Indonesia.

Bedug Raksasa Masjid Istiqlal (foto: arie saksono)
Bedug ini terbuat dari kayu meranti dari Kalimantan Timur yang konon berumur 300 tahun. Garis tengah/ diameter depan adalah 2 meter sedangkan diameter belakang adalah 1,71 meter. Sementara panjang keseluruhan adalah 3 meter dengan berat total 2,3 ton.
Kulit pada bedug adalah kulit sapi. Dibutuhkan 2 lembar kulit sapi dari 2 ekor sapi dewasa. Bagian depan adalah kulit sapi jantan sedangkan bagian belakang adalah kulit sapi betina. Untuk menempelkan kulit ini dibutuhkan 90 paku yang terbuat dari kayu Sonokeling yang pembuatannya membutuhkan waktu 60 hari di Jepara Jawa Tengah.
Kaki penopang bedug disebut Jagrag setinggi 3,8 meter pada kakinya terdapat tulisan Allah dalam segilima yang melambangkan rukun Islam dan waktu shalat. Di sisi lain terdapat tulisan “Bismillahirrahmanirrahim”. Pada ke-empat sisi kakinya terdapat tulisan dua kalimat syahadat. Pada bagian Jagrag keseluruhan ada 27 buah kaligrafi ukiran SuryaSangkala (tahun matahari) yang merupakan pengaruh kebudayaan Hindu sementara pada bagian atas ada ornament ukiran menyerupai naga yang merupakan pengaruh Budha. Sehingga secara keseluruhan bedug ini merupakan wujud dari akulturasi islam dengan berbagai kebudayaan lainnya yang ada di Indonesia.
E. Menara / Minaret
TINGGI : 6666 centimeter = 66,66 meter
DIAMETER : 5 meter
Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin mengumandangkan Azan. Di atasnya terdapat banyak pengeras suara yang dapat menyuarakan azan ke kawasan sekitar masjid.
Puncak menara yang meruncing dirancang berlubang-lubang terbuat dari kerangka baja tipis. Angka 6666 merupakan symbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam AL Quran.
F. Halaman dan Air Mancur MASJID ISTIQLAL
Halaman masjid Istiqlal seluas 9,5 hektar. Halaman ini dapat menampung kurang lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang masuk yang ada. Di halaman masjid terdapat tiga jembatan yang panjangnya sekitar 21 sampai 25 meter.
Di dalam kompleks masjid di sebelah selatan terdapat air mancur yang berada di tengah-tengah kolam seluas ¾ hektar. Air mancur ini dapat memancarkan air setinggi 45 meter.
Halaman masjid Istiqlal dikelilingi pepohonan yang rindang agar suasana masjid terasa sejuk sehingga akan menambah kekhusukan jamaah beribadah di masjid ini.
G. Tempat Wudhu, Air, dan Penerangan
Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yaitu di sebelah utara, timur maupun selatan gedung utama. Tempat ini dilengkapi dengan kran khusus sebanyak 660 buah sehingga secara bersamaan 660 orang dapat berwudhu sekaligus.
Sedangkan toilet terdapat juga di lantai dasar sebelah timur di bawah teras raksasa. Toilet ini tersedia untuk 80 orang yang terbagi dua kompleks, untuk pria dan wanita. Selain itu juga terdapat 52 kamar mandi yang dapat dikunci dan beberapa toilet di lantai sebelah selatan 12 buah, barat 12 buah dan timur 28 buah.Keperluan wudhu, kamar mandi dan toilet ini dipasok sebanyak 600 liter setiap hari per menit dari PAM.
Penerangan masjid Istiqlal menggunakan listrik dari PLN, selain itu juga menggunakan 3 generator berkekuatan masing-masing 110 kva dan sebuah generator besar 500 kva. Pendingin ruangan hanya digunakan bagi ruangan-ruangan kantor di lantai bawah dengan menggunakan sistem kontrol terpusat.
H. Lantai Dasar.
Lantai dasar masjid ini luasnya 2,5 ha dahulu dibiarkan kosong dan hanya digunakan dalam keadaan darurat untuk menampung masyarakat DKI Jakarta bila dalam keadaan bahaya. Namun sejak tahun 1978 atas perintah Presiden Soeharto lantai ini digunakan untuk kantor organisasi keagamaan. Sekarang, masjid ini semarak dengan berbagai aktivitas umat muslim dan organisasi islam di dalamnya. Ada MUI, Dewan Masjid Asia dan Lautan Teduh, Dewan Masjid Indonesia, Pusat Perpustakaan Islam Indonesia, LPTQ dan BP 4 Pusat. Bahkan di atas lahan di sekeliling masjid Istiqlal, sebagian dipergunakan untuk kegiatan ekonomi, warung makan, cenderamata, dan terutama setiap hari Jum’at ramai dipenuhi pedagang dan pembeli sehabis menunaikan shalat Jum’at, yang dikenal dengan pasar Jum’atan.
 


video sekitar lokasi masjid istiqlal



NEW ALLIANCES FOR EUROPE

NEW ALLIANCES FOR EUROPE
Polylogue III on Arts Education
 

We stand at a critical juncture in the development of arts and cultural education in Europe. There is a growing body of good practice and research across Europe which makes clearer what works and why. At the same time the increasing pressure on public finances and recurring debates about the role of the state and priorities in education are leading to a downgrading of or reduction in the quality and quantity of arts and cultural educational opportunities for children and young people in many European countries.
To improve the reach and quality of arts and cultural education in Europe and to strengthen the European identity by the means of arts education, new Alliances are needed. Thus the initiative "New Alliances for Europe" was brought to life by the German foundation Stiftung Mercator, the German Federation for Arts Education and Cultural Learning (BKJ) and the UK-based international Foundation Creativity, Culture and Education (CCE). It fosters a process of research and exchange to find a strategic approach towards this task, see what lessons from elsewhere in Europe could be used for the development of cultural education more generally and explore what resources are needed to support the development of arts education practice in Europe.
The outcomes of this process will be presented and discussed at the Polylogue III – Improving the quality and reach of arts and cultural Education at Wildbad Kreuth from 17 to 20 May 2015. Together with members of the European Network of policy makers working in the field of arts and cultural Education (ACEnet), the International Network for Research in Arts Education (INRAE) as well as different experts and practitioners from the field of cultural education in Europe, ideas will be rethought and new questions provoked. Participation in this event is only possible with a personal invitation from one of the organising partners.

sex culture mexico


MEXICO CITY — Armando Ruiz and Verónica Villafuerte held each other tight, cuddling, caressing, stretched out on a bench in the middle of a busy promenade here. Nearby, just past a couple deep kissing in the grass, a man toyed with the buttons of his paramour’s blouse.
Children played all around. Cars passed. No one cared.
“It’s a little more open now,” Mr. Ruiz said after sitting up. “We can enjoy ourselves.”
In Havana or Rio de Janeiro, well, big deal. But historically this has been a city of formalities, of long-sleeved shirts, not skin-tight skirts. Blushing has generally been the response to overt sexuality, along with a lexicon of double entendres to mask X-rated desires with banal words, like “coger” (which, officially speaking, means to grab).
And yet, despite such reserve — or perhaps because of it — public affection has increasingly become a symbol of what experts describe as a city learning to loosen up. Government officials here now boast about having some of Latin America’s most liberal laws on abortion and same-sex marriage. Meanwhile, sex shops can now be found in even the fanciest neighborhoods; oh, and this month, Mexico City played host to a five-day sex entertainment show that drew 120,000 fans — placing it among the biggest sex fairs in the world.
“What’s happening is that the undercurrent is becoming more official,” said Luis Perelman, president of the Mexican federation for sexuality education and sexology. “We’re seeing less doublespeak.”
But if there is less embarrassment and shame, as Mr. Perelman and others argue, why now?
That seems to depend on which Mexico one sees: the romantic, or the dismal.
Demographers — optimists in this case — see links between coupling and economics. Several studies have shown that compared with a generation ago, Mexicans are having more sex at younger ages, a trend that generally tracks with Mexican economic expansion. Sex and affection, some Mexican demographers argue, tend to be signs of confidence, expressions of faith that opportunities await.
Salaries and culture also intertwine. Mexico’s growth has created a larger middle class that — in addition to opening up the country’s political process — has made technology and international media more accessible. The hookups on “Jersey Shore,” for instance, are now just as easy to see here as in Miami, while pornography can be downloaded at public parks with Wi-Fi.
The so-called love hotels, where local couples have canoodled for decades, can no longer keep sexuality hidden. “They see it all on TV or the Internet, so they no longer feel they are the only ones doing it,” Mr. Perelman said.
And, as Mr. Ruiz put it, “We don’t care as much about what other people think.”
Clearly, that seemed to be the case for a teenager at a mall recently, with his lips ardently attached to, of all things, the knee of his girlfriend; or for the man on a busy corner an hour later, passionately kissing a woman while wrapping his leg around her like an ivy vine.

But Mr. Ruiz and Ms. Villafuerte, who are both 40, may be more typical. They met three months ago while selling hats in an outdoor plaza, and in a year when the Mexican economy is expected to grow by 4 percent, after growing by 5.5 percent last year, they said they had taken an afternoon off to spend time together because they could afford to.
Neither looked particularly sensual. Mr. Ruiz wore round glasses below a shiny balding head; Ms. Villafuerte’s blue eyeliner was her only hint of provocation. But they both said that their affection reflected a positive shift.
“When we were young, people would point and gawk at you for this kind of thing,” Mr. Ruiz said. “Now, there’s more acceptance.”
Pride may be a better term. Two years ago, Mexico City actually beat the world record for simultaneous smooching when 39,897 people locked lips downtown.
Other couples, however, described public affection in more ominous terms. Mexico these days is essentially Jekyll and Hyde: positive economic growth is paired with a sprawling war on drug cartels that has claimed 34,000 lives since 2006.
For people like Paulina Pérez, 26, who was sitting on her boyfriend’s lap during a break from in-line skating in the upscale neighborhood of Polanco, public affection reflects not a spike in happiness, but rather a deficit of trust.
Mexicans, she said, have always drawn a line between formal relationships and relationships with those inside “their circle of confidence.” Hugs, kisses and warmth color the latter, while handshakes and a polite distance dominate the former.
This is generally what makes amorous Mexican couples stand out. “Public displays of affection draw attention precisely because of the disconnect with the general culture,” said Rubén Gallo, who edited The Mexico City Reader, a chronicle of the capital.
But the gap between the social spheres seems to be widening. While drug-related violence has made Mexicans more afraid of strangers, it has intensified their closest bonds, Ms. Pérez said. So the affection that looks to some like an opening — a more honest account of sexuality — may actually be, for others, a reflection of turning inward to fight off despair.
“Affection is a way to forget,” Ms. Pérez said. “You forget your problems, and you live.”
Her boyfriend, tapping her behind, said he agreed.